简体中文
繁體中文
English
Pусский
日本語
ภาษาไทย
Tiếng Việt
Bahasa Indonesia
Español
हिन्दी
Filippiiniläinen
Français
Deutsch
Português
Türkçe
한국어
العربية
Lonjakan dan Koreksi Tajam: Siklus Ekonomi Memasuki Fase Ekspansi
Ikhtisar:Berdasarkan laporan laba perusahaan terbaru dari FactSet hingga 7 November, SP 500 saat ini diperdagangkan pada rasio P/E sebesar 22,7 kali. Valuasi yang tinggi ini menjadi alasan utama kami tetap ber
Berdasarkan laporan laba perusahaan terbaru dari FactSet hingga 7 November, S&P 500 saat ini diperdagangkan pada rasio P/E sebesar 22,7 kali. Valuasi yang tinggi ini menjadi alasan utama kami tetap berhati-hati terhadap kondisi pasar secara keseluruhan. Namun, seperti yang disebutkan dalam judul, siklus ekonomi kini telah memasuki fase ekspansi (booming phase). Hal ini menandakan bahwa pergerakan harga pasar akan tetap terlepas dari fundamental ekonomi untuk sementara waktu—mungkin lama, mungkin juga cepat.
Sebagai peneliti data ekonomi, menafsirkan sinyal pasar secara berlebihan di fase ini justru berisiko keluar terlalu dini atau salah posisi dengan melakukan short. Sebaliknya, mengabaikan data ekonomi dan tidak memiliki posisi beli sama sekali juga berarti kehilangan peluang. Dalam fase ekspansi, strategi terbaik adalah tidak menggunakan seluruh modal—cukup 50% dari total dana. Pendekatan ini membantu menjaga stabilitas psikologis dan sekaligus mempertahankan kepekaan terhadap perubahan arah tren saat pasar mengalami lonjakan dan koreksi tajam.
Menurut laporan FactSet tanggal 7 November, pertumbuhan pendapatan 2025 diperkirakan mencapai 8,3%, sementara pertumbuhan laba bersih mencapai 13,1%. Kenaikan laba yang melampaui pendapatan menunjukkan bahwa momentum pertumbuhan korporasi sedang menanjak. Kinerja laba yang kuat ini menjadi dasar tingginya valuasi saham-saham utama.

(Gambar 1. Kinerja Pendapatan dan Laba S&P 500; Sumber: FactSet)
Ketika optimisme investor terhadap masa depan meningkat, minat terhadap aset berisiko pun menguat, dan hal ini sekaligus membentuk batas atas harga emas. Berdasarkan Indeks Fear & Greed CNN, skor saat ini berada di 21, menandakan pasar masih berhati-hati. Kami menilai kondisi saat ini belum memasuki fase FOMO (Fear of Missing Out). Meskipun pasar menunjukkan tanda-tanda gelembung, belum ada indikasi pembalikan tren besar ke arah bearish.

(Gambar 2. Indeks Fear & Greed; Sumber: CNN)Korelasi Dolar dan Emas: Kembali ke Pola Negatif Tradisional
Dalam tiga tahun terakhir, hubungan antara indeks dolar AS dan harga emas sempat “terlepas” dari korelasi historisnya. Namun, tren terbaru menunjukkan bahwa keduanya kini kembali ke pola negatif tradisional — di mana penguatan dolar menekan emas, dan sebaliknya.
Sejak 2021, dolar dan emas sempat naik bersamaan. Fenomena ini bukan karena perubahan nilai fundamental, tetapi akibat ketidakseimbangan likuiditas dan sentimen risiko.
2021–2022: Lonjakan inflasi membuat CPI AS mencapai puncak 40 tahun. Investor membeli dolar (untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga) dan emas (untuk melindungi nilai dari depresiasi mata uang).
2023: Menjelang akhir siklus kenaikan suku bunga The Fed, dolar menguat sementara emas tetap tangguh. Kondisi ini mencerminkan ketidakpastian ekonomi dan dorongan ganda terhadap aset safe haven.
Memasuki paruh kedua 2025, grafik menunjukkan indeks dolar mulai pulih (garis biru naik), sementara harga emas terkoreksi tajam dari puncaknya (garis kuning turun). Terdapat tiga faktor utama di balik perubahan ini:
Inflasi kembali terkendali dan suku bunga riil meningkat.
Permintaan emas sebagai lindung nilai menurun, sementara dolar kembali menarik karena imbal hasil riil positif.
Sinkronisasi kebijakan moneter global.
Bank sentral di Eropa, Kanada, dan Jepang mulai mengakhiri kebijakan longgar, mempersempit selisih kebijakan global dan menjadikan dolar sebagai aset berimbal hasil, bukan sekadar aset lindung nilai.
Penurunan premi risiko geopolitik.
Meredanya tensi konflik Rusia–Ukraina dan Timur Tengah mengurangi permintaan emas sebagai aset aman.
(Gambar 3. Indeks Dolar & Harga Emas; Sumber: M Square)
Kuatnya dolar mencerminkan peningkatan kepercayaan terhadap aset AS.
Turunnya emas menandakan berakhirnya fase “perdagangan inflasi” dan pengetatan likuiditas global.

Struktur korelasi negatif ini menandakan arus modal global telah kembali ke siklus normal:
Bagi investor, ini berarti aset lindung nilai tak lagi naik bersamaan, dan perlu dilakukan rebalancing portofolio secara strategis.
Apabila The Fed mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama, dolar kemungkinan tetap kuat dan menekan harga emas. Namun, jika ekonomi AS melemah dan imbal hasil obligasi turun, emas berpotensi rebound—asalkan dolar kembali melemah secara sistematis.
Menurut pengamatan kami, tren pelemahan struktural dolar telah berakhir, dan arah penguatan dolar kini telah terkonfirmasi.
Peringatan Risiko: Pendapat, analisis, riset, harga, atau informasi lain dalam artikel ini hanya disajikan sebagai komentar pasar umum dan tidak mencerminkan pandangan resmi platform ini. Setiap pembaca bertanggung jawab penuh atas keputusan investasinya. Harap bertransaksi dengan hati-hati.
Disclaimer:
Pandangan dalam artikel ini hanya mewakili pandangan pribadi penulis dan bukan merupakan saran investasi untuk platform ini. Platform ini tidak menjamin keakuratan, kelengkapan dan ketepatan waktu informasi artikel, juga tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh penggunaan atau kepercayaan informasi artikel.
